Kamis, 05 Juni 2014

Penelitian Biologi

                       UJI KEMAMPUAN LARVASIDA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta
                                            indica) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti
                                                               SECARA LABORATORIS


 




                                                                            SKRIPSI

                                            Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh
                                                                    Gelar Sarjana Pendidikan


                                                                                OLEH

                                                                     ARDIANUS JEHAUT
                                                                             141 09 119


        






                                                   PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
                 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
                                           FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
                                                UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
                                                                        KUPANG


                                                                            2013
 



LEMBAR PENGESAHAN
Judul    :“Uji Kemampuan Larvasida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Secara Laboratoris”.

Nama    : Ardianus Jehaut

No. Reg    : 141 09 119

Skripsi ini telah dipertanggungjawabkan dihadapan sidang dewan penguji program studi pendidikan biologi pada hari Senin, tanggal 02 September 2013 dan dinyatakan LULUS


                                                               Disetujui oleh

     Pembimbing I                                                                                                Pembimbing II


   Drs. Lukas Seran, M.Kes                                                                      Dra. Florentina Y. Sepe, M. Pd

                                                                  Mengetahui
                                                                      


                                                                     Ketua
                                                Program Studi  Pendidikan Biologi


                                                    Dra. Florentina Y. Sepe, M. Pd

                                                                    


                                                                     Dekan
                                              Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


                                                       Drs. Alfons Bunga Naen, M.Pd



                                                                                                                            Ketabahan adalah
                                                                                                                                      Kunci
                                                                                                                                      KeberhasilanKu

PERSEMBAHAN
Dari lubuk hati yang terdalam dengan keberhasilan yang telah diraih skripsi ini kupersembahkan kepada:

    Orang tuaKu tercinta Alm. Bapak Petrus Onggut, dan Alma. Ibu Maria Ndunduk yeng telah melahirkan saya.
    Kakak tercinta Heribertus Baru dan Osifina Limung yang telah mendukung dan membiayai penulis dalam neyelesaikan pendidikan ini
    Adik-adik tercinta Yohana, Medi, Argo, Arnol, Eman, dan Putra
    Keluarga besar Akel Cia
    Almamaterku yang tercinta Universitas Katolik Widya Mandira Kupang



           UJI LARVASIDA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica) TERHADAP 
                        LARVA NYAMUK Aedes aegypti  SECARA LABORATORIS


ABSTRAK
Ardianus Jehaut



Demam Berdarah dengue adalah penyakit yang ditularkan oleh  Aedes aegypti yang sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pemberantasan  Aedes aegypti dengan pemutusan siklus hidup telah banyak dilakukan, namun sampai sekarang pengendalian dari vektor utama penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini masih dititik beratkan pada pemberantasan secara kimia yang menimbulkan resistensi dan pencemaran lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, tanaman mimba (Azadirachta indica) dapat digunakan sebagai biopestisida (larvasida) nabati. Untuk bisa membuktikan fakta yang ada diperlukan pembuktikan secara ilmiah dengan melakukan penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun mimba sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium menggunakan Completely Randomized Design (CRD) dengan jumlah 6 (enam) unit perlakuan, 1 (satu) unit kontrol dan direplikasi sebanyak 3 (tiga) kali. Data yang ada dianalisis dengan menggunakan Analisis Variens ANAVA dan dilanjutkan dengan uji BNT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)berkemampuan sebagai larvasida terhadap larva Nyamuk Aedes aegypti dengan perbandingan nilai F hitung>F tabel, yang dibuktikan dengan hasil Analisis Variens (ANAVA) pada Level of Significance (L.S) 1% 17,64>5,06 dan L.S 5% 17,64>3,11.

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) berkemampuan sebagai larvasida  terhadap larva Nyamuk Aedes aegypti.

Kata kunci : Larvasida, Aedes aegypti




KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat kasih serta anugrah-Nya yang berlimpah sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kemampuan Larvasida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Secara Laboratoris”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan perhatian serta masukan dari semua pihak.Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan limpah trima kasih kepada semua pihak terutama kepada:
    Bapak Drs. Alfons Bunga Naen, M.Pd, selaku Dekan FKIP Universitas Khatolik Widya Mandira Kupang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
    Ibu Dra. Florentina Y. Sepe, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi sekaligus sebagai Pembimbing II yang telah banyak membatu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
    Bapak Drs. Lukas Seran, M.Kes selaku Pembimbing I yang telah banyak menyumbangkan ide dan pikirannya demi membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
    Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Biologi yang dengan caranya masing-masing memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
    Kakak tercinta Heribertus Baru dengan kaka Osivina Limung yang telah mendukung dan membiayai penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
    Kakak Seminar L. Wihelmus sekeluarga yang telah membimbing, mendukung serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
    Adik tercinta Gaspar Gos , Yohana, Medy serta semua rekan-rekan seperjuangan khususnya Andy, Bhuge, Silvester, Yanto, Yansen, Vandos, Ai Boli, Rosy, Novy Buku, Konsily, Laos dan Moda yang telah membantu penulis dengan caranya masing-masing.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang perlu dilengkapi, sehingga dengan rendah hati penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi peyempurnaan skripsi ini.


Kupang ........Agustus 2013
                                Penulis










BAB I
PENDAHULUAN


    Latar Belakang
Nyamuk pada umumnya dan Aedes aegypti khususnya merupakan masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan iklim tropis termasuk Indonesia. Aedes aegypti merupakan vektor dari penyakit serius yang menyerang manusia sperti penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Demam berdarah dengue adalah salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Demam berdarah dengue (DBD) dapat menjadi wabah pada saat-saat tertentu yang sulit diramalkan dan dapat menyebabkan kematian. DBD mulai ada di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, sejak saat itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 seluruh Propinsi di Indonesia terjangkit penyakit mematikan ini (Akhsin Zulkoni 2011)
DBD disebabkan oleh virus dengue. Vektor utama penularan penyakit DBD adalah Aedes aegypti betina. Aedes aegypti betina menularkan penyakit ini pada saat menghisap darah yang digunakan sebagai sumber protein bagi kelangsungan hidup telur dalam tubuhnya. Nyamuk betina selama bertelur mampu menghasilkan telur sebanyak 100-400 butir telur (Soegijanto, 2003) dalam (Nurhayati, 2005). Dengan adanya reproduksi yang cukup tinggi ini, maka nyamuk ini sangat berbahaya. Pemberantasan DBD dengan pemutusan siklus hidup vektor adalah salah satu cara pencegahan yang dinilai efektif karena dengan tidak adanya vektor penyakit ini tidak akan sampai ke manusia (Suwasono, 1997) dalam (Rahayu,2007).
Pemberantasan larva merupakan kunci strategi program pengendalian vektor di seluruh dunia. Penggunaan insektisida sebagai larvasida merupakan cara yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan pertumbuhan vektor tersebut. Seperti penggunaan abate di Indonesia sejak tahun 1976. Empat tahun kemudian yakni tahun 1980, muncul juga temephos 1% (abate) ditetapkan sebagai bagian dari program pemberantasan massal Aedes aegypti di Indonesia. Bisa dikatakan temephos sudah digunakan lebih dari 30 tahun. Meskipun begitu penggunaan insektisida yang berulang dapat menambah resiko kontaminasi residu pestisida dalam air, terutama air minum. Temephos tidak digunakan secara oral. Karena kegunaanya yang terbatas, temephos tidak diharapkan keberadaanya di dalam air minum (Daniel, 2008)
Selain itu hal penting yang harus dicermati adalah biaya yang tinggi dari penggunaan pestisida kimiawi dan munculnya resistensi dari berbagai macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit. Bukan tidak mungkin, penggunaan temephos yang bisa dikatakan lebih dari 30 tahun di Indonesia menimbulkan resistensi. Laporan resistensi larva Aedes aegypti terhadap Temephos sudah ditemukan di beberapa negara seperti Brazil, Bolivia, Argentina, Kuba, French Polynesia, Karibia, dan Thailand (Raharjo B, 2006) dalam (Asri Sikka A, 2009)
Ketertarikan untuk mengembangkan dan menggunakan biopestisida yang alami, mudah didapatkan, serta aman bagi tubuh manusia dan lingkungan sekitar seperti azadirachtin mulai dilirik sebagai bioinsektisida akhir-akhir ini karena sudah mulai ditinggalkannya pestisida kimia sintetik.
Tanaman mimba (Azadirachta indica) termasuk familia Meliaceae. Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen, diantarnya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin yang sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obatobatan).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh RD Ndione, O Faye, M Ndiaye, A Dieye, dan JM Afoutou pada tahun 2007 dalam Ashry Sikka, 2009, dengan menggunakan biji mimba (Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti L. 1762, yang juga mengandung azadirachtin, salalinin, meliantriol, nimbin dan nimbidin, mampu membunuh larva Aedes aegypti. Ekstrak daun mimba berefek insektisida terhadap larva Aedes aegypti. Mimba tidak membunuh hama secara cepat namun memiliki mekanisme kerja menurunkan nafsu makan dan menghambat pertumbuhan dan reproduksi. Azadirachtin merupakan penurun nafsu makan dan ecdyson blocker (penghambat hormon petumbuhan serangga). Salanin merupakan salah satu penurun nafsu makan. Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) sehingga serangga enggan mendekati tanaman tersebut. Nimbin dan Nimbidin, memiliki aktivita santimikroba, antifungi dan antiviral, pada manusia dan hewan.
Daun mimba juga dapat digunakan dalam membantu berbagai masalah kesehatan. Air yang dicampur ekstrak mimba digunakan untuk mandi dan untuk menyembuhkan ruam merah kulit karena panas dan kulit yang melepuh. Senyawa-senyawa yang dikandung daun mimba seperti azadirachtin, salanin dan meliantriol itulah yang diduga dapat memberikan efek larvasida dari ekstrak daun mimba. Selain itu, tanaman mimba mudah ditemukan disekitar lingkungan kita, namun sangat disayangkan masih minimalnya pemanfaatan dari tanaman mimba ini.
Ashry  S  Ardilla pada tahun 2009 juga melakukan penelitian tentang uji ekstrak ethanol daun mimba (Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti tetapi hasilnya belum begitu efektif dikarenakan kurangnya variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan dan diharapakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu dengan menggunakan variasi konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi.
Berdasarkan fakta yang terjadi di masyarakat bahwa daun mimba (Azadirachta indica) dapat mengusir keberadaan nyamuk dalam rumah baik di pagi hari, siang ataupun malam hari. Nyamuk yang aktif di pagi dan siang hari adalah nyamuk Aedes aegypti yang umumnya sebagai vektor penyakit DBD. Mengingat pentingnya menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit DBD yang umumnya karna gigitan nyamuk  Aedes aegypti. Untuk mengurangi penyebaran vektor penyakit DBD  diharapkan menggunakan langkah yang tepat yaitu dengan cara memutuskan siklus kehidupan nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan larvasida nabati yang ramah lingkungan.
Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Uji Kemampuan Larvasida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti Secara Laboratoris”.




    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Apakah ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) berkemampuan sebagai larvasida terhadap larva nyamuk  Aedes aegypti?

    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti.

    Manfaat Hasil
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
    Dijadikan sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang kemampuan ekstrak daun mimba sebagai larvasida,
    Dapat menjadikan ekstrak daun mimba sebagai larvasida nabati dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti sehingga angka kejadian demam berdarah dengue di Indonesia menurun.
    Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas dan lebih dalam.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



    Nyamuk Aedes aegypti
Salah satu nyamuk yang merupakan vektor dari berbagai macam penyakit, adalah Aedes aegypti.

    Taksonomi Aedes aegypti
Klasifikasi Aedes aegypti (Borror, dkk., 1996) adalah sebagai berikut :
Kingdom    : Animalia
Phylum     : Arthropoda
Class         :Insecta
Ordo         : Diptera
Subordo     : Nematocera
Family     : Culicidae
Subfamily     : Culicinae
Genus         :Aedes
Subgenus     : Stegomya
Species     : Aedes aegypti





    Morfologi Aedes aegypti

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti (Womack, 1993).
Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya berwarna hitam kecoklatan, tubuh dan tungkainya terdapat sisik dengan garis-garis putih keperakan. Pada bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Nyamuk jenis ini mempunyai ukuran dan warna yang berbeda antar populasi, hal ini tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Aedes aegypti betina merupakan vektor utama penularan DBD karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah.
Aedes aegypti jantan tidak menghisap darah, mereka memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan (Womack, 1993) dalam (Rahayu 2007). Nyamuk jantan dan betina dapat ditentukan dengan mudah dengan melihat bentuk sungutnya. Nyamuk jantan mempunyai sungut yang sangat berjumbai (plumose), sedangkan pada yang betina hanya mempunyai beberapa rambut yang pendek (pilosa), selain itu ujung abdomen pada nyamuk betina lebih meruncing dengan serci yang menonjol bila dibandingkan dengan nyamuk jantan.

Gambar 2.2 Struktur kepala pada nyamuk Aedes aegypti yang menunjukkan ciri-ciri kelamin. A; Aedes aegypti betina, B; Aedes aegypti jantan, Ant; sungut, Mxp; palpus maxilla, Prb; probiosis (Boror, dkk., 1996).

Aedes aegypti tubuhnya terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut yang tampak terbagai dengan jelas. Antena terdiri dari satu pasang yang panjang lebih panjang dari kepala dan dada, terdiri atas 14-15 ruas dan berbentuk foliformis. Pada kepala terdapat sepasang mata majemuk dan mulut yang bertipe menghisap dan penusuk. Alat penusuk yang digunakan sewaktu menghisap darah dinamakan probiosis. Perut (Abdomen) berbentuk memanjang dan silindris, terdiri dari sepuluh ruas (segmen), segmen terahir termodifikasi menjadi alat genitalia dan anus sehingga yang nampak hanya delapan segmen. Kaki terdiri dari tiga pasang yang keluar dari tiga segmen thorax yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax. Sayap terdiri dari satu pasang terdapat pada mesothorax (Baskoro, dkk., 2005).
Telur Aedes aegypti berbentuk elips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung. Telur diletakkan satu persatu oleh nyamuk betina pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air (Hadi, dkk., 2001).

Gambar 2.3. Telur Aedes aegypti (Womack, 1993).
Telur akan segera menetas menjadi larva dalam 2-3 hari kemudian bila terkena air. Larva mempunyai kulit tipis dan membraneus. Larva pada Aedes aegypti tubuhnya dibagi menjadi kepala, dada dan perut. Kepala pada tahapan larva mengalami skeloritisasi dengan baik (Lane dan Crosskey, 1993). Baskoro, dkk (2005) menambahkan bahwa pada kepala larva terdapat sepasang mata majemuk, terdapat satu pasang antena yang pendek, mempunyai satu set mulut (mount part dan satu pasang mounth brushes) yang diperlukan untuk makan.
Abdomen (perut) pada larva terbagi menjadi sepuluh segmen yang berbentuk silindris yang makin ke ujung makin ramping. Sepuluh segmen ini hanya terlihat sembilan segmen karena pada segmen ke-8 dan segmen ke-9 bergabung menjadi satu. Abdomen ditutupi oleh berbagai macam setae. Spirakel terletak pada ruas ke-9 yang dikelilingi oleh apparatus spiracular yang mempunyai katup spirakel. Katup spirakel ini berfungsi sebagai pencegah air untuk masuk kedalam tubuh ketika larva menyelam. Pada saluran spirakel mengalami sklerotisasi yang biasa disebut dengan siphon. Pada siphon terdapat rentetan duri (spinae) yang disebut pectan. Siphon mempunyai satu pasang atau lebih setal tufts. Pada segmen ke-10 (segmen anal) terdapat sandle yang mengalami sklerotisasi dan juga terdapat anal papillae (insang) yang terdiri dari dua pasang. Anal pappilae berbentuk panjang dan berfungsi sebagai osmoregulator (Lane dan Crosskey, 1993) dalam (Rahayu 2007). Boror, dkk (1996) menambahkan bahwa saluran pernafasan pada larva Aedes aegypti secara relatif pendek dan gembung. Anus pada larva nyamuk ini mengalami sklerotisasi tidak sempurna.
Pada tahap larva terdiri dari empat instar yaitu larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I dicirikan dengan tubuh yang sangat kecil, mempunyai sepasang mata (stemmata) dan komponen mata yang akan bertambah besar dan jumlah pigmen yang akan bertambah dengan seiring perkembangan instar selanjutnya, sehingga warnanya hanya transparan/putih karena kurangnya pimentasi. Larva instar I panjang tubuhnya sekitar 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam (Lane dan Crosskey, 1993) dalam (Rahayu 2007).
Larva instar II bertambah besar, berukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar III dan IV tidak beda secara nyata. Larva ini dapat dicirikan dengan struktur anatomi yang telah lengkap dan jelas, tubuhnya dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut. Panjang tubuh 4-6 mm, shipon telah menghitam, dan berumur sekitar 5-7 hari setelah menetas (Soegijanto, 2003) dalam (Nurhayati, 2005).

Gambar 2.4 Larva Aedes aegypti (www.biotechpestcontrols.com).

Pupa nyamuk Aedes aegypti tubuhnya berbentuk bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada segmen ke-8 terdapat alat bernafasan (siphon) berbentuk seperti terompet. Pada segmen perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang, dan dua segmen terakhir melengkung ke ventral yang terdiri dari brushes dan anal gills. Pupa adalah bentuk tidak makan. Posisi pupa pada waktu istirahat sejajar dengan bidang permukaan air dan membetuk sudut ( Baskoro, dkk., 2005).

Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti (www.raywilsonbirdphotography.co.uk)

    Ekologi Aedes aegypti
    Habitat Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti banyak terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah (outdoor). Tempat perindukan di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air seperti bak air mandi, ember, drum, vas dan tanaman hias, sedangkan tempat perindukan yang ada di luar rumah misalnya pot bekas, tandon air minum, ban bekas, kaleng bekas, potongan bambu (Suwasono, 1997) dalam (Rahayu 2007). Larva dan pupa nyamuk ini berhabitat pada air, sedangkan telur diletakkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina pada tempat kering dan akan segera menetas bila tersiram air. Telur dapat tahan hidup dalam waktu lama tanpa air pada lingkungan yang lembab. Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang (Hadi, dkk., 2001).

    Siklus Hidup Aedes aegypti
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti secara sempurna yaitu melalui 4 empat stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa.
    Telur
Pada waktu dikeluarkan, telur aedes berwarna putih, dan berubah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telur diletakkan satu demi satu dipermukaan air, atau sedikit dibawah permukaan air dalam jarak lebih kurang 2,5 cm dari tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 20C – 40C, namun akan menetas dalam waktu 1 – 2 hari pada kelembaban rendah. Dari penelitian Brown (1962) telur yang diletakkan di dalam air kan menetas dalam waktu 1 – 3 hari pada suhu 300C, tetapi membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 160C. Pada kondisi normal, telur Aedes aegypti yang direndam di dalam air akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Telur Aedes aegypti berukuran kecil (50μ), sepintas lalu tampak bulat panjang dan berbentuk lonjong (oval) mempunyai torpedo. Di bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah.
Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepatdibanding nyamuk betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri.
    Larva
Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium ini, kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup, serta adanya predator. Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah :
    Adanya corong udara pada segmen terakhir.
    Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambutrambut berbentuk kipas (Palmate hairs).
    Pada corong udara terdapat pecten.
    Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara (siphon).
    Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8 – 21 atau berjejer 1 – 3.
    Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
    Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala.
    Corong udara (siphon) dilengkapi pecten.
Larva Aedes aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun kedasar wadah secara berulang. Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu larva Aedes aegypti disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air.
Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 250C – 300C. Larva berubah menjadi pupa memerlukan waktu 4 – 9 hari dan melewati 4 fase atau biasa disebut instar. Perubahan instar tersebut disebabkan larva mengalami pengelupasan kulit atau biasa disebut edisi/moulting.
Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung dalam 2 – 3 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari, dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2 – 3 hari.
    Pupa
Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai tanda koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa diperlukan waktu 2 – 3 hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal adalah sekitar 270C – 320C. Pada pupa terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsang. Stadium pupa tidak memerlukan makanan. Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah sobeknya selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa.
    Dewasa
Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk akan diam bberapa saat di selongsong pupa untuk mengeringkan sayapnya. Nyamuk betina dewasa menghisap darah sebagai makanannya, sedangkan nyamuk jantan hanya makan cairan buah-buahan dan bunga. Setelah berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan tiga hari kemudian akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir. Nyamuk akan menghisap darah lagi.
Nyamuk dapat hidup dengan baik pada suhu 240C – 390C dan akan mati bila berada pada suhu 60C dalam 24 jam. Nyamuk dapat hidup pada suhu 70C – 90C. Rata-rata lama hidup nyamuk betina Aedes aegypti selama 10 hari.












    Tanaman Mimba
    Taksonomi Tanaman Mimba (Azadirachta indica)
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman mimba (Rukmana, 2002) diklasifikasikan sebagai berikut.
Divisio     : Spermatophyta
Sub devisio    : Angiospermae
Kelas     : dicotyledone
Ordo         : Rutales
Famili    : Meliaceae
Genus    : Azadirachta
Spesies    : Azadirachta indica A. Juss.
Unambiguous Synonyms :
1. Antelaea azadirachta (L.) Adelb.
2. Azadirachta indica Adr. Juss.
3. Azadirachta indica Juss.
4. Melia azadirachta L.

    Morfologi Tanaman Mimba

Gambar 2.6 Pohon Mimba(Azadirachta indica)
Habitus     : Pohon, tinggi 8-15 m, dapat tumbuh hingga 30 meter, bunga banci. Dapat berumur hingga dua abad
Batang     : Percabangan simpodial, tegak, berkayu, bulat, permukaan kasar,coklat, kulit batang mengandung gum, coklat pahit. diameter batang dapat mencapai 2-5 meter
Daun     : Anak daun dengan helaian  berbentuk memanjang lanset bengkok, panjang 3-10 cm, lebar 0,5-3,5 cm, pangkal runcing tidak simetri, ujung runcing sampai mendekati meruncing, gundul tepi daun bergerigi kasar, remasan berasa pahit, warna hijau muda, 7 tangkai panjang 8-20cm.

Gambar 2.7 Daun Mimba (Sumber : www.aos.org, 2008)
Bunga     : Bunga memiliki susunan malai, terletak di ketiak daun paling ujung, 5-30 cm, gundul atau berambut halus pada pangkal tangkai karangan, tangkai bunga 1-2 mm. Kelopak kekuningan, bersilia, rata rata 1 mm. Mahkota putih kekuningan, bersilia, panjang 5-7 mm. Benang sari membentuk tabung benang sari, sebelah luar gundul atau berambut pendek halus, sebelah dalam berambut rapat. Putik memiliki panjang rata rata 3 mm, gundul. Bunga mimba memiliki aroma seperti madu sehingga disukai lebah.
Buah     : Bulat telur, buni, buah matang berwarna hijau kekuningan 1,5-2 cm. daging buahnya berasa manis dan menyelimuti biji, tidak beracun.
Biji     : Bulat, diameter kurang lebih 1 cm, putihKulit biji agak keras, beratnya mencapa 160 mg dan akan mencapai berat maksimum menjelang matangnya buah.
Akar     : Tunggang, coklat

    Kandungan Kimia Tanaman Mimba
Metabolit yang ditemukan dari Azadirachta indica antara lain disetil vilasinin, nimbandiol, 3-desasetil salanin, salanol, azadirachtin. Biji mengandung  zadirahtin, azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion, gedunin, 17-epiazadiradion, 17-hidroksi azadiradion dan alkaloid. Kulit batang dan kulit akar mengandung nimbin, nimbinin, nimbidin, nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol, margosin (suatu senyawa alkaloid). Buah mengandung alkaloid (azaridin). Daun mengandung azadirachtin, meliantriol, salanin, nimbin, nimbidin, dan paraisin (suatu alkaloid dan komponen minyak atsiri mengandung senyawa sulfide). Tangkai dan ranting hijau mengandungtetranortriterpenoidhidroksibutenolida yaitu desasetilnimbinolida dan desasetilisonimbinolida yang berhasil diisolasi bersama dengan desasetilnimbin.


    Khasiat Tanaman Mimba Untuk Pengobatan
Daun mimba dan biji mimba bisa digunakan sebagai antibiotik, antimikroba, antifungi, antihelmintik dan antivirus.Selain itu daun mimba dapat digunakan untuk menurunkan gula darah, menyembuhkan penyakit kulit, memiliki efek gastro protektif pada mukosa lambung terhadap ulkus peptikum, menurunkan total kolesterol dalam darah, LDL and VLDL-cholesterol, triglyserid dan total lipid dalam serum. Biasanya tujuh lembar daun mimba diseduh langsung dengan air hangat kemudian langsung diminum.

    Efek Biologi dan Farmakologi Tanaman Mimba
Azadirachtin merupakan molekul kimia C35H44O16 yang termasuk dalam kelompok triterpenoid. Efek primer azadirachtin terhadap serangga berupa antifeedant dengan menghasilkan stimulan detteren spesifik berupa reseptor kimia (chemoreseptor) pada bagian mulut (mouth part) yang bekerja bersama-sama dengan reseptor kimia yang mengganggu persepsi rangsangan untuk makan (phagostimulant). Efek sekunder Azadirachtin yang dikandung mimba berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu hormon yang berfungsi dalam metamorfosa serangga (Kadirman, 2006)
Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian pada serangga. Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang mengakibatkan daya rusak srangga sangat menurun, walupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam menggunakan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah diaplikasi (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari.
Namun demikian, hama yg telah terpapar tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit. Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus menarik di Afrika, ketika belalang menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba. Mimba dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang (insect behaviour) yang tadinya bersifat migrasi dan bergerombol dan merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak. Nimbin dan Nimbidin berperan sebagai antibiotik, antimikroorganisme, antivirus (Kadirman, 2006).

    Pembuatan Ekstrak Daun Mimba
Daun mimba dipetik dan dikeringkan pada tempat tertutup  yang tidak terkena cahaya matahariagar efek insektisida dari daun mimba tidak hilang. Daun mimba dicuci bersih dengan air, kemudian dihaluskan dengan cara menggiling.Daun mimba yang telah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode Maserasi (cara dingin) dan menggunakan pelarut alkohol (ethanol). Metode Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambah pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Sisa ekstrak dengan sisa pelarut kemudian diuapkan dengan menggunakan water bath untuk menghilangkan pelrutnya sehingga mendapat ekstrak yang kental.



    Kerangka Teori













Gambar 2.8 Kerangka teori


    Hipotesis
Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) efektif sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.


BAB III
METODE PENELITIAN


    Waktu dan Lokasi Penelitian
    Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli 2013
    Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terdiri dari dua lokasi yang berbeda diantaranya adalah sebagai berikut:
    Laboratorium Entomologi Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekes Kemenkes Kupang untuk mengidentifikasi larva nyamuk.
    Laboratorium Mikrobiologi UPT MIPA Universitas Katolik Widya Mandira Kupang untuk pembuatan ekstrak daun Mimba serta pengujian.

    Jenis  danRancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium, yaitu dengan menguji efektivitas larvasida ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti.
Desain penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pretes terhadap sampel sebelum perlakuan. Karena telah dilakukan randomisasi baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kelompok-kelompok tersebut dianggap sama sebelum dilakukan perlakuan. Dengan cara ini memungkinkan dilakukan pengukuran pengaruh perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu dengan cara membandingkannya dengan kelompok eksperimen yang lain dan kelompok kontrol.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Completely Randomized design dengan pola the post only control group design (Zainudin 2000).












Gambar 3.1 Bagan rancangan penelitian
Keterangan :
CRD    : (Compeletely Randomized Design) random atau pengacakan
K    : Kontrol (tanpa ekstrak)
P    : Perlakuan dengan ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)
O    : Observasi atau pengamatan langsung larva Aedes aegypti yang mati.


    Populasi dan Sampel
    Populasi
Populasi penelitian ini adalah larva  nyamuk  Aedes aegypti yang di dapat dari bak penampung air bersih dan diidentifikasi di Laboratorium Entomologi Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekes Kemenkes Kupang.
    Sampel
    Kriteria Inklusi
    Larva Aedes aegypti sehat yang telah mencapai instar III/IV
    Larva bergerak aktif.
    Kriteria Eksklusi
    Larva Aedes aegypti yang belum mencapai instar III/IV.
    Larva yang mati sebelum perlakuan.
    Besar Sampel
Besar sampel 25 ekor larva nyamuk yang masing-masing diletakkan dalam 7 kontainer, dimana dari 7 kontainer tersebut terdiri atas satu kelompok kontrol dan enam lainnya merupakan kelompok perlakuan. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali pada tiap bahan uji. Jumlah seluruh sampel yang dibutuhkan sebanyak 525 Larva Aedes aegypti.
    Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan simple random sampling terhadap larva Aedes aegypti. Walaupun populasi homogen terdapat kriteria inklusi dan ekskusi dalam menentukan sampeluntuk penelitian.

    Variabel Penelitian
    Variabel Bebas
Variabel bebas atau independent variable dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba.
    Variabel Terikat
Variabel terikat dependent variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah larva Aedes aegypti yang mati.

    Alat dan Bahan
    Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini sudah dalam keadaan bebas kuman atau steril. Alat-alat itu antara lain:
    Rotavator digunakan untuk memisahkan zat pelarut dan zat aktif.
    Shaker digunakan untuk mengocok serbuk dan zat pelarut
    Pipet digunakan untuk mengambil sampel
    Neraca analitik digunakan untuk menimbang bahan
    Erlenmeyer digunakan sebagai wadah penampung
    Nampan plastik berisi air untuk pemeliharaan larva
    Batang pengaduk untuk mengaduk ekstrak sehingga tercampur merata
    Labu takar digunakan sebagai wadah untuk membuat konsentrasi ekstrak.
    Pipet tetes untuk memindahkan larutan atau menambah larutan.



    Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
    Ekstrak ethanol daun mimba (Daun Mimba didapatkan dari Halaman Klinik Susteran Fioreti Kupang).
    Larva Aedes aegypti instar III/IV;
    Fish food untuk makanan larva
    Aquades
    Etanol 96%
    Kapas, tissue, kertas saring, kain kasa, aluminium foil sebagai penutup.
    Cara Kerja
    Persiapan Bahan
    Petik daun mimba serta dikeringkan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari
    Daun mimba dihaluskan dengan cara menggiling
    Pemeliharaan larva dengan memberi makan fish food setiap hari, hingga mencapai stadium III/IV
    Melakukan identifikasi larva

    Langkah-Langkah Pembuatan Ekstrak Daun Mimba
    Daun mimba di petik, dicuci bersih dengan air dan dikeringkan pada tempat tertutup  yang tidak terkena cahaya matahari agar kandungan dari daun mimba tidak hilang. 
    Daun mimba dihaluskan dengan cara menggiling.
    Daun mimba yang telah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode Maserasi (cara dingin) dan menggunakan pelarut alkohol (ethanol).

    Pembagian Kelompok
Ekstrak daun mimba ditakar mengguanakan labu takar 50 ml, lalu di pindahkan pada kontainer yang telah berisi 25 ekor larva diantaranya 6 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Masing-masing klompok dilakuanan pengulangan 3 kali  secara maerata. Klompok  tersebut diantaranya adalah:
    Kelompok K : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 0 g/L.
    Kelompok A : Ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 25g/L (1,25 g/50 ml).
    Kelompok B : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 30 g/L (1,5 g/50 ml)..
    Kelompok C : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 35 g/L (1,75 g/50 ml)..
    Kelompok D : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 40 g/L (2,0 g/50 ml).
    Kelompok  E : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 45 g/L (2,25 g/50 ml).
    Kelompok  F : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 50 g/L (2,5 g/50 ml).
Dalam penelitian ini larutan ekstrak daun mimba dalam setiap kontainer tidak diganti selama percobaan.

    Pemindahan Larva Pada Kontainer
    Larva pada nampan plastik dipindahkan ke beker glass.
    Dengan menggunakan pipet, ambil 25 ekor larva dan di pindahkan ke dalam kontainer yang telah di siapkan.
    Setelah semua larva dipindahkan kedalam kontainer, setiap kelompok kontainer ditutup dengan kain.
    Larva diberi makan fish food selama penelitian.

    Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari jumlah larva yang mati setiap konsentrasi ekstrak daun mimba dikumpulkan dan dicatat dalam bentuk tabel.

    Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah dengan menghitung jumlah larva yang mati pada setiap kontainer kemudian dicatat dalam bentuk tabel. Larva yang mati merupakan larva yang tenggelam ke dasar kontainer, tidak bergerak, meninggalkan larva lain yang dapat bergerak dengan jelas dan tidak berespon terhadap rangsang.









    Alur Penelitian






























Gambar 3.2 Alur penelitian


Keterangan     :
Kelompok K : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 0 g/L.
Kelompok A : Ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 25g/L (1,25 g/50 ml).
Kelompok B : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 30 g/L (1,5 g/50 ml)..
Kelompok C : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 35 g/L (1,75 g/50 ml)..
Kelompok D : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 40 g/L (2,0 g/50 ml).
Kelompok  E : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 45 g/L (2,25 g/50 ml).
Kelompok  F : ekstrak larvasida daun mimba dengan konsentrasi 50 g/L (2,5 g/50 ml).
    Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan Analisis Variens (ANAVA) untuk mengetahui kemampuan larvasida ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) terhadap jumlah kematian larva Aedes aegypti, jika dari hasil analisis tersebut berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf signifikan 5% mengunakan analisis SPSS.

Tabel 3.1 Pengaruh pemberian ekstrak daun mimba terhadap larva Aedes aegyptiper 2 jam.

Kelompok Perlakuan    Ulangan     Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti
        0    2    4    6    8    10    12
0 (kontrol)    R1                           
    R2                           
    R3                           
25 g/l    R1                           
    R2                           
    R3                           
30 g/l    R1                           
    R2                           
    R3                           
35 g/l    R1                           
    R2                           
    R3                           
40 g/l    R1                           
    R2                           
    R3                           
45 g/l    R1                           
    R2                           
    R3                           
50 g/l    R1                           
    R2                           
    R3                           


Untuk memperbaiki data digunakan teknik analisis varians (ANAVA), berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan ANAVA
    Menentukan Faktor Korelasi (FK)
pFK    =  Tij2/(r.t)
    Menentukan Derajat Bebas Perlakuan (DB)
DB Total         = (t.r) – 1
DB Perlakuan (V1)    = t – 1
DB Galat (V2)     = DBT – DBP
    Menentukan Jumlah Kuadrat (JK)
    Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = (A1)2 + (A2)2 + .... (A3)2 – FK
    Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP = (〖(TA)〗^2+〖(TB)〗^2+〖(TC)〗^2+〖(TD)〗^2+〖(TE)〗^2+〖(TF)〗^2)/r- FK
    Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT – JKP
    Menentukan Kuadrat Tengah (KT)
    Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP = JKP/DBP
    Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTP = JKG/DBG
    F Hitung  = KTP/KTG
Tabel 3.2 Analisis Variens (ANAVA)
Sumber keragaman    Derajat bebas    Jumlah kuadrat    Kuadrat tengah    F hitung    F Tabel
                    5%    1%
Perlakuan
Galat
Total                        
Keterangan :
Berdasarkan hasil perhitungan (ANAVA) bila F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan Uji BNT




    Koefisien Keragaman (KK)
KK = √KTG/ȳ x 100%
ȳ = Tij/(r.t)
    Menghitung Beda Nyata Terkecil (BNT)
BNT α + t.Α (v). Sd
Sd = √2KTG/r x 100%
BNT = t.a (v)√2KTG/r x 100%√((2 KTG)/r)
Tabel 3.3 Uji BNT sebagai berikut:
Konsentrasi    Perlakukan    Rata-rata    Beda Dengan    BNT 5%
                               
                               


















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


    Hasil
Mortalitas adalah salah satu variabel yang digunakan sebagai indikator toksisitas ekstrak daun mimba (Azaddirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti. Untuk menguji efektivitas ekstrak daun mimba sebagai larvasida dalam membunuh larva Aedes aegypti, dilakukan pengamatan setiap 2 jam terhitung darari 0 sampai 12 jam. Hasil pengamatan tingkat mortalitas larvaAedes aegypti yang telah diaplikasikan dengan Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)dapat disajikan pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Data jumlah kematian larva Aedes aegypti per 2 jam pengamatan.

Perlakuan    Ulangan    Pengamatan    Total    Rata2
        0    2    4    6    8    10    12       
0 g/l    R 1    0    0    0    0    0    0    0    25    0
    R 2    0    0    0    0    0    0    0    25    0
    R 3    0    0    0    0    0    0    0    25    0
    Total    0    0    0    0    0    0    0       
25g/l

    R 1    0    0    0    2    11    19    25    25    8.14
    R 2    0    0    2    5    13    23    25    25    9.71
    R 3    0    0    2    8    15    25    25    25    10.71
    Total    0    0    4    15    39    67    75       
    Rata2    0    0    1.33    5    13    22.33    25       
30 g/l

    R 1    0    0    2    13    23    25    25    25    12.57
    R 2    0    0    2    8    16    25    25    25    10.86
    R 3    0    0    3    15    23    25    25    25    13
    Total    0    0    7    36    62    75    75       
    Rata2    0    0    2.33    12    20.67    25    25       
Perlakuan    Ulangan    Pengamatan    Total    Rata2
        0    2    4    6    8    10    12       
35 g/l    R 1    0    0    3    22    25    25    25    25    14.29
    R 2    0    0    2    25    25    25    25    25    14.57
    R 3    0    0    3    13    25    25    25    25    13
    Total    0    0    8    60    75    75    75       
    Rata2    0    0    2.67    20    25    25    25       
40 g/l

    R 1    0    1    3    25    25    25    25    25    14.86
    R 2    0    0    2    25    25    25    25    25    14.57
    R 3    0    1    5    25    25    25    25    25    15.14
    Total    0    2    10    75    75    75    75       
    Rata2    0    0.67    3.33    25    25    25    25       
45 g/l

    R 1    0    0    9    25    25    25    25    25    15.57
    R 2    0    1    3    25    25    25    25    25    14.86
    R 3    0    2    7    25    25    25    25    25    15.57
    Total    0    3    19    75    75    75    75       
    Rata2    0    1    6.33    25    25    25    25       
50 g/l

    R 1    0    1    3    25    25    25    25    25    14.86
    R 2    0    2    25    25    25    25    25    25    18.14
    R 3    0    2    20    25    25    25    25    25    17.43
    Total    0    5    48    75    75    75    75       
    Rata2    0    1.67    16    25    25    25    25       

Keterangan:
    R1= replikasi (ulangan) 1
    R2= replikasi (ulangan) 2
    R3= replikasi (ulangan) 3

Dari data hasil penelitian pada tabel 4.1 di atas  diketahui bahwa pada 12 jam pengamatan semua Larva Aedes aegypti mati. Untuk itu selanjutnya akan dilakukan perhitungan rerata kematian larva tiap 2 jam pengamatan dan tingkat mortalitas larva yang tertulis pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Rerata Mortalitas pada beberapa Konsentrasi EDM terhadapLarva Aedes aegypti pada Akhir Pengamatan.

Perlakuan    Ulangan     Total    Rata2    Mortalitas
    R1    R2    R3            %
Kontrol 0 g/l    0    0    0    0    0    0%
25 g/l    8.14    9.71    10.71    28.57    9.52    38,093%
30 g/l    12.57    10.86    13    36.43    12.14    48,84%
35 g/l    14.29    14.57    13    41.86    13.95    55, 813%
40 g/l    14.86    14.57    15.14    44.57    14.86    59,426%
45 g/l    15.57    14.86    15.57    46.00    15.33    61,33%
50 g/l    14.86    18.14    17.43    50.43    16.81    67,24%
Total    80.29    82.71    84.86    247.86       

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti seperti yang di tunjukan pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa persentasi mortalitas larva pada kelompok kontrol 0 g/l tidak terjadi kematian. Pada konsentrasi 25 g/l presentasi mortalitas sebesar 38, 093%, Pada konsentrasi 30 g/l presentasi mortalitas mengalami peningkatan sebesar 48,84%, Pada konsentrasi 35 g/l presentasi mortalitas larva juga mengalami peningkatan yakni sebesar 55, 813%, Pada konsentrasi 40 g/l presentasi mortalitas sebesar 59,426%, Pada konsentrasi 45 g/l presentasi mortalitas sebesar 61,33%, dan Pada konsentrasi 25 g/l presentasi mortalitas sebesar 67,24%. Dari hasil presentase (%) mortalitas larva Aedes aegypti diatas menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)  menyebabkan persentasi mortalitas larva Aedes aegypti juga akan semakin meningkat. Untuk lebih memperjelas data yang ada perhatikan hasil analisis keragaman (ANAVA) yang terdapat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Hasil analisis keragaman pembuktian efektivitas ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)terhadap larva nyamuk Aedes aegypti secara Laboratoris.

Sumber Keragaman    Derajat Bebas    Jumlah Kuadrat    Kuadrat Tengah    F hitung    F tabel
                    5%    1%
Perlakuan
Galat     5
12    100,727
13,71    20,1454
1,142    17,64    3,11    5,06
Total     17    114,437    21,2474           

Berdasarkan data yang telah dianalisisdengan mengunakan ANAVA terlihat bahwa semua konsentrasi yang diaplikasikan pada  larva Aedes aegypti berkemampuan sebagai larvasida dalam membunuh larva Aedes aegypti hal ini terlihat pada tabel 4.3 serta pada Lampiran 1. Hasil analis tersebut dibuktikan dengan menunjukan nilai F hitung>F tabel pada taraf uji 1% (17,64>5,06) dan taraf uji 5% (17,64>3,11) dengan demikian data yang ada akan dilanjudkan dengan uji BNT dengan taraf uji 5% terlihat pada lampiran 4 dan hasilnya akan dijelaskan pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Hasil uji BNT pengaruh pemberian ekstrak daun mimba terhadap larva nyamuk Aedes aegypti

K    P    Rata2
mortalitas    Beda dengan    BNT
5%
            1    2    3    4    5    6    7   
0 g/l    C    0    -                            a
25 g/l    1    9.52    9.52    -                        b
30 g/l    2    12.14    12,14    2,62    -                    c
35 g/l    3    13.95    13,95    4,43    1,81    -                d
40 g/l    4    14.86    14,46    5,34    2,72    0,91    -            e
45 g/l    5    15.33    15,33    5,81    3,19    1,38    0,47    -        f
50 g/l    6    16.81    16,81    7,29    4,67    2,86    1,95    1,46    -    g

Keterangan:
    K= Konsentrasi, P= Perlakuan, C= Kontrol.
    Bila antara perlakuan memilki notasi yang sama (a=a) berarti tidak ada perbedaan kedua atau lebih perlakuan tersebut ataupun sebaliknya.

    Pembahasan
Menurut (Ruskin, 1993) dalam biji dan daun mimba mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat dalam pembuatan pestisida/larvasida, serta sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik dan obat-obatan. Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin.Azadiractin berperan sebagai penghambat cara kerja hormon ecdyson (hormon yang berperan dalam metamorfosa serangga (samsudin, 2008) dan Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-fedant) (Ruskin, 1993).
Dari hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai konsentrasi ekstrak maka mortalitas larva Aedes aegypti juga semakin besar, dapat pula dikatakan bahwa konsentrasi ekstrak daun mimba (azadirachta indica) berkemampuan sebagai larvasida dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Hal ini di tandai dengan meningkatnya konsentrasi kematian larva Aedes aegypti pada 6 (enam) perlakuan yaitu diantaranya, perlakuan 1 dengan konsentrasi 25 g/L, perlakuan 2 dengan konsentrasi 30 g/L, perlakuan 3 dengan konsentrasi 35 g/L, perlakuan 4dengan konsentrasi 40 g/L, perlakuan 5 dengan konsentrasi 45 g/L, dan pada perlakuan 6 dengan konsentrasi 50 g/L.
    Kenyataan ini sesuai dengan yang dikatakan oleh (Harbone,1994) dalam (Lilitik Seran, 2011) bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka sifat toksiknya akan semakin tinggi ataupun sebaliknya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa senyawa-senyawa aktif dalam ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) seperti Azadiractin dan Salanin dapat membunuh larva Aedes aegypti.
Berdasarkan hasil penelitian yang termuat pada tabel 4.1 terlihat  bahwa dalam jangka waktu 12 jam pengamatan ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) mampu membunuh 100% larva uji dari tiap perlakuan. Atau dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu pengamatan maka semakin tinggi tingkat mortalitas larva uji.
Berdasarkan hasil Analisis keragaman seperti yang terlihat pada tabel 4.3 diketahui bahwa F hitung>F tabel pada taraf uji 1% yaitu (17,64>5,06) dan pada taraf uji 5 % F hitung>F ( 17,64>3,11). Hal ini dapat dikatakan bahwa ekstrak daun mimba berkemampuan dalam membunuh larva Aedes aegypti atau dapat dikatakan bahwa variabel bebas (konsentrasi ekstrak) berpengaruh terhadap variabel terikat (larva uji).
Dari hasil uji lanjutan dengan menggunakan uji BNT seperti yang terlihat pada tabel 4.4 dan pada lampiran 4 menunjukan bahwa semua perlakuan memiliki tingkat mortalitas yang berbeda.

BAB V
PENUTUP

    Kesimpulan
Dari hasil analisis datadapat disimpulan bahwa:
    Secara laboratorik terbukti bahwa ekstrak daun mimba berkemampuan dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dengan nilai F hitung > F tabel. Pada Level of Significance(L.S) 1% 17,64>5,06 dan pada L.S 5% 17,64>3,11.
    Saran
    Perlu adanya penelitian tentang isolasi senyawa aktif tertentu dari ekstrak daun mimba sehingga efek terhadap larva Aedes aegypti instarIII/IV terlihat jelas











DAFTAR PUSTAKA

Akhsin Z. 2011. “Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan masyarakat dan lingkungan”. Nuha Medika. Yogyakarta.

Ashry SAradilla. 2009. “Skripsi Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol daun Mimba (Azadirachta indica) Tehadap Larva Aedes aegypti. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Baskoro D, Sudjari, Rahajoe S, Poeranto S, Sardjono, Fitri L, Wadayat. 2005. Parasitologi Arthopoda.. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang

Borror D J, Charles A, Triplehorn, Norman F Jhonson.1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.: Gajahmada University. Yogyakarta

BPT Situbondo. 2008. ”MIMBA (Azadirachta indica A.Juss)” BPT Situbondo.

Daniel. 2008. “Ketika Larva dan Nyamuk Dewasa Sudah Kebal Terhadap Insektisida”. FARMACIA Vol.7 No.7.

Kardiman A dan Dhalimi A. 2003. “MIMBA (Azadirachta indica A.Juss) TANAMAN MULTI MANFAAT”. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV, No. 1.

Kardiman A. 2006. ”Mimba (Azadirachta indica) Bisa Merubah Perilaku Hama”. Sinar Tani.

Lilitik Seran, 2011. “Skripsi Pembuktian Efektivitas Ekstrak Biji Buah Nona (Annona reticulata,L) Sebagai Anti Kangker pada Pengujian Secara Labotratorik”. UNIKA Widya Mandira Kupang.

Nurul D. 2010. “Pemanfaatan Daun Mimba (azadirachta indica a. juss) Sebagai Pestisida Alami yang Amanbagi Makhluk Hidup dan Ramah Lingkungan”. Universitas Negri Malang.

Nurhayati, N. 2005. Skripsi Pengaruh Jenis Pelarut dan konsentrasi Ekstrak Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) terhadapMortalitas Larva Aedes aegypti L. Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Malang.

Rahayu. 2007. “Skripsi PENGARUH EKSTRAK DAUN PAITAN (Tithonia diversifolia) terhadap MORTALITAS LARVA Aedes aegypti INSTAR III”. UIN Malang.

Rukmana.2002.”Mimba Tanaman pengahasil Pestisida alami. Kanisius”. Jakarta

Ruskin. 1993. “Pestisida Alami. Ramuan dan Aplikasi. P.T. Penebar Swadaya

Samsudin. 2008. “Azadirachtin Metabolit Sekunder dari Tanaman Mimba sebagai Bahan Insektisida Botani”. Lembaga Pertanian Sehat.

Tarsisius C Tophiang. 2011.”Penuntun Praktikum Parasitologi Verteriner I”. Fakultas kedokteran hewan Undana

































LAMPIRAN-LAMPIRAN

    Analaisis Variens (ANAVA) larva uji Aedes aegypti. 
    Menentukan Derajat Bebas (DB)
    DB total = (t.r)-1
= (6.3)-1
= 18-1
= 17
    DB Perlakuan (V1) = t-1
= 6-1
= 5
    DB Galat (V2) = DBT-DBP
= 17-5
= 12
    Menentukan Faktor Korelasi (FK)
FK     = (TiJ^2)/(r.t)
= 〖(247.86)〗^2/6.3
= 61434,58/18
= 3413,03
    Menentukan Jumlah Kuadrat (JK)
    Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = (P1)2+ (P2)2+ (P3)2+............ (Pn)2FK
= (8,14)2 + (9,71)2 + (10,71)2 + (12,57)2 + (10,86)2 + (13)2 + (14,29)2+ (14,57)2 + (13)2 + (14,86)2 + (14,57)2 + (15,14)2 + (15,57)2 + (14,86)2 + (15,57)2 + (14,86)2 + (14,86)2 + (17,43)2 FK
= (66,30612 + 94,36735 + 114,7959 + 158,0408+ 117,8776 + 169 + 204,0816 + 212,3265 + 169 + 220,7347 + 212,3265 + 229,3061 + 242,4694 + 220,7347 + 242,4694 + 220,7347 + 329,1633 + 303,7551)FK
= 3527,49 3413,03
= 114.44
    Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP = (〖(TA)〗^2+〖(TB)〗^2+〖(TC)〗^2+〖(TD)〗^2+〖(TE)〗^2+〖(TF)〗^2)/r- FK
= (〖(28.57)〗^2+〖(36.43)〗^2+〖(41.86)〗^2+〖(44.57)〗^2+〖(46.00)〗^2+〖(50.43)〗^2)/3-FK
=((816,32)+(1327,04)+(1752,02)+(1986,6)+(2116)+(2543,04))/3-FK
= 10541,04/3-3413,03
= 3513,683413,03
= 100,727
    Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG    = JKP-JKP
= 114.44100,727
= 13,71
    Menentukan Kuadrat Tengah (KT)
    Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP    = JKP/DBP
=100,727/5
= 20,1454
    Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTG    = JKG/DBG
=13,71/12
= 1,142


    F hitung    = KTP/KTG
=20,1454/1,142
= 17,64
    Tabel hasil Analisis Variens 1% dan 5%.

Sumber Keragaman    Derajat Bebas    Jumlah Kuadrat    Kuadrat Tengah    F hitung    F tabel
                    5%    1%
Perlakuan
Galat     5
12    100,727
13,71    20,1454
1,142    17,64    3,11    5,06
Total     17    114,437    21,2474           


    Koifisien Keragaman (KK)
KK=√KTG/ȳ x100%
ȳ=Tij/(r.t)=247.86/18=13.77
KK=√1,142/13,77 x100%
    =1,068/13,77 x 100%=7,75%

    Menghitung Beda Nyata Terkecil (BNT)
BNTα=tα(v).sd ̅
sd ̅= √((2.KTG)/r)
=t.α(v).√((2.KTG)/r)
=t.α(v).√(2.1,142/3)
=t.α(v).√(2,284/3)
=t.α(v).√(0,76 )
=t.α(v).0,87
BNT 0,05 = t . 0,05 . (12). 0,87
= 3.11. 0,05 . (12). 0,87
= 0,41
BNT 0,01 = t.0,01. (12). 0,41
 = 5,06.0,01(12).0,41
 = 0,25

    Hasil uji BNT pengaruh pemberian ekstrak daun mimba terhadap larva nyamuk Aedes aegypti

K    P    Rata2
mortalitas    Beda dengan    BNT
5%
            1    2    3    4    5    6    7   
0 g/l    C    0    -                            a
25 g/l    1    9.52    9.52    -                        b
30 g/l    2    12.14    12,14    2,62    -                    c
35 g/l    3    13.95    13,95    4,43    1,81    -                d
40 g/l    4    14.86    14,46    5,34    2,72    0,91    -            e
45 g/l    5    15.33    15,33    5,81    3,19    1,38    0,47    -        f
50 g/l    6    16.81    16,81    7,29    4,67    2,86    1,95    1,46    -    g


Keterangan:
    K= Konsentrasi, P= Perlakuan, C= Kontrol.

    Pemetikan Daun Mimba

















    Pengeringan Daun Mimba


    Penyaringan Ekstrak


















    Rotavator



















    Peletakan larva diatas kaca objek. Laboratorium Entomologi Kesehatan Lingkungan Poltekes Kemenkes Kupang  20-05-2013










    Pengamatan larva menggunakan mikroskop cahaya. Laboratorium Entomologi Kesehatan Lingkungan Poltekes Kemenkes Kupang  20-05-2013

















    Gambar Hasil Pengamatan Ultramikroskopis 20-05-2013





    Pemindahan larva uji ke beker gelas










    Takaran ekstrak menggunakan labu takar







    Perlakuan